Minggu, 26 Desember 2010

Kasus HKBP: Tumbal Kepentingan Kelompok # 1

Baik korban penyerangan maupun petindak penyerangan, kedua-duanya adalah tumbal kepentingan kelompok. Kelompok yang satu menggunakan agama Kristiani sebagai kedok, sedangkan kelompok yang lain menunggangi agama Islam sebagai tamengnya. Koq bisa?


Baik agama Kristiani maupun Islam, keduanya sama-sama mengajarkan kebajikan. Simaklah firman Tuhan dalam Matius 7:16, Tuhan berfirman “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?” Salah satu makna dari firman ini adalah bahwa segala sesuatu yang bernuansa keburukan, kejelekan, termasuk kejahatan, pastilah bukan berasal dari Tuhan, karena Tuhan adalah sumber segala sesuatu yang baik/penuh kemuliaan.

Sedangkan dalam agama Islam, Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al Hajj: 77: “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”. 

Namun fakta di lapangan, seperti kita ketahui, telah terjadi penyerangan terhadap jemaat HKBP Pondok Timur Indah, Mustikajaya, Bekasi pada Minggu (12/9) pagi. Penyerang tersebut melukai seorang pengurus HKBP Asia Lumban Toruan (50) dan Pendeta Luspida Simanjuntak (40). Kepolisian berhasil membekuk sepuluh tersangka pelakunya, yang kini ditahan untuk diperiksa guna mencari latar belakang dan motivasi tindakan anarkhis tersebut.

Analisis Pertama
Berdasarkan keterangan pers Kapolda Metro Jaya, jemaat HKBP Pondok Timur Indah, telah berulang kali diperingatkan pejabat setempat agar tidak menggelar kebaktian. Alasannya, bangunan yang dipergunakan kebaktian adalah rumah yang sejak mula tidak diperuntukkan sebagai tempat ibadan. Dengan kata lain, tempat ibadah tersebut belum mengantongi ijin.

Pihak aparat pemerintahan daerah setempat telah memberi peringatan para penyelenggara peribadatan dimaksud. Bahkan sempat dilakukan penyegelan beberapa. Tapi tidak diindahkan. Ada keberanian melawan perangkat hukum dan melawan hukum itu sendiri. Tentu saja perilaku yang bertentangan dengan firman Tuhan Matius 7:16 tersebut, memicu kegelisahan warga masyarakat setempat yang kebanyakan beragama Islam.

Penulis yakin, pengurus HKBP Asia Lumban Toruan (50) dan Pendeta Luspida Simanjuntak (40), sebagai pelayan Tuhan, sudah tentu tidak berani melawan ketentuan perundang-undangan. Apalagi melawan firman Tuhan itu sendiri. Tapi faktanya, mengapa mereka cukup berani melakukan pelanggaran hukum itu. Melawan ketentuan perundang-undangan, melawan tindakan penyegelan pejabat pemerintahan daerah setempat.
Pada titik inilah, sangat kentara bahwa kedua korban diprovokasi oleh kelompok tertentu, guna memenuhi ambisinya, untuk tetap berani melawan hukum dan perangkat hukum sekaligus. Kelompok itu telah menempatkan kedua korban penganiayaan itu sebagai tumbal kepentingan tertentu. Dan, kepentingan itu adalah penghapusan Peraturan Bersama Mendagri dan Kemenag, yang mengatur tentang pembangunan rumah peribadatan.

Sementara di pihak lain, sebut saja kelompok yang menunggangi agama Islam, dalam aksi anarkhisnya tersebut, telah melihat adanya alasan untuk bersikap. Yakni, adanya tindakan pihak jemaat HKBP yang berani melawan hukum dan perangkat hukum. Maka, kelompok terakhir ini dengan menggunakan anak-anak di bawah umur, diprovokasi agar melakukan penyerangan itu. Mereka pun tersungkur sebagai tumbal kepentingan kelompok.

Meski demikian, seperti dalam film-film operasi khusus yang kita tonton di televisi, tatkala kedua korban maupun para pelaku penganiayaan ditanyai penyidik, mereka bakal tetap mengatakan bahwa tindakannya itu tanpa ada tekanan maupun pengaruh siapa pun. Sebab mereka semua itu sudah berbaiat, bahwa pengorbanannya itu adalah untuk melayani Tuhan. (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar