Minggu, 26 Desember 2010

AFF 2010: Doa Yang Terkabulkan

Doa itu akhirnya terkabul. Leg pertama dalam perebutan juara AFF 2010, antara Timnas Indonesia melawan Malaysia berakhir dengan skore 0 – 3, untuk kemenangan negeri jiran itu. Suporter Indonesia, baik yang tengah berada di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur maupun yang sedang nongkrong di depan televisi di seluruh penjuru tanah air, usai pertandingan pasti terdiam. Melongo.


Bagi publik Malaysia, kemenangan tersebut merupakan wujud dari terkabulnya doa mereka. Mereka yakin, meski masyarakat Indonesia juga memanjatkan doa yang sama, yakni memohonkan kemenangan bagi Timnas, toh mereka sama-sama berdoa kepada Tuhan yang sama. Sebab Tuhan Yang Masa Esa itu bukan monopoli dan hanya milik warga negara Indonesia.

Kalau demikian dapatkah dikatakan bahwa Tuhan telah memandang sebelah mata terhadap doa-doa kita? Untuk menjawab pertanyaan semacam itu perlu ada penjelasan yang berhubungan erat dengan keberimanan. Dengan kata lain, terhadap siapa saja yang tidak memiliki rasa iman, tentu saja akan sulit memahami penjelasan berikut ini.

Makna Piala
Siapa pun yang bakal memenangkan pertandingan dalam leg kedua pada 29 Desember mendatang, setidaknya pasti akan mendapatkan sebuah piala. Sebuah simbol, sebuah tanda, bahwa yang bersangkutan adalah juaranya. Dan yang tak mampu meraihnya dinisbatkan sebagai pihak yang kalah. Sebab itulah piala itu menjadi titik fokus atau target tujuan bagi kedua kesebelasan yang bakal bertanding.

Sedangkan doa, terlepas apa pun tujuannya, sudah pasti ditujukan kepada Tuhan pemilik sekaligus berkuasa atas segala sesuatu. Karena doa itu ditujukan kepada-Nya, maka segala sesuatu tindakan –yang disebut pula sebagai wujud amalan– haruslah diyakini sebagai bentuk ibadah. Di dalam Islam disebut sebagai ibadah ghoirru mahdo, atau ibadah di luar ibadah dalam bentuk ritual. Dan, sebagai wujud ibadah, maka setiap doa tentulah senantiasa diiringi dengan sikap kepasrahan dalam nuansa kuasa Tuhan.

Dalam kerangka berpikir keimanan yang demikian, ketika setiap orang meletakkan doa demi sebuah piala, maka kedudukan piala itu justru menjadi aghyar. Dalam pengertian teologi pesantren, aghyar dapat dipahami sebagai “sesuatu” yang menghalangi antara kedudukan hamba yang berdoa dengan eksistensi Allah yang dimintai doa. Sebab doa yang tengah dipanjatkan itu lebih terasa sebagai “tuntutan” kepada Tuhan daripada sebuah permohonan.

Kebaikan Semua
Dalam eksistensinya Tuhan penentu segala sesuatu. Artinya, memiliki hak untuk menolak atau mengabulkan doa. Untuk konteks doa yang dipanjatkan baik oleh warga Indonesia maupun Malaysia menjelang pertandingan leg pertama kemarin, kedua-duanya memiliki manfaat. Bagi warga negara Malaysia, doa mereka yang dikabulkan menunjukkan bahwa setiap ikhtiar itu memiliki potensi (atsar/labed) yang sesuai dengan kehendak Tuhan.

Sedangkan bagi warga negara Indonesia, bila merasa doanya tidak dikabulkan, maka hal itu merupakan rahmat kenikmatan Tuhan pula. Koq bisa? Sebab ketika kita berdoa sudah tentu raga dan hati kita tertuju, terfokus dan terpusat kepada Tuhan semata. Dan, andai doa kita terkabulkan, pasti banyak orang yang menyatakan kemenangan Timnas Indonesia dalam laga leg pertama di Bukit Jalil, Malaysia itu merupakan hasil atau upaya tirakat dan doa-doanya.

Dengan demikian, saat doa kita tidak terkabulkan, semua orang yang memimpikan simbol kemenangan –baca piala–, dan itu adalah ilah dalam wujud aghyar yang menghalangi antara manusia dengan Tuhannya, telah disibakkan. InsyaAllah, manusia akan tersadar, untuk berucap: Tiada Tuhan, Selain Allah. Menang dan kalah itu wajar, sebab bola itu bundar. Wassalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar