Ada dua hal mendasar yang patut dipahami dalam Islam sebagai suatu agama –maksudnya tidak melihat dari sisi empirik dari perilaku penganutnya– dengan Al Quran dan Al Hadist sebagai dasar pijakannya. Yang pertama, pemahaman tentang ajaran Islam dalam menempatkan wanita. Yang kedua, pemahaman tentang poligami itu sendiri sebagai bagian dari isi Al Quran sebagai kitab suci yang diimani berisi firman-firman Tuhan.
Berangkat dari berbagai kajian Islam, bahwa di alam semesta ini hanya ada dua makhluk yang mendapat kehormatan lebih dari Allah Swt. Yang pertama, adalah Rasulullah Saw. Ada banyak ayat-ayat dalam Al Quran yang isinya Allah memuji-muji Rasulullah. Bahkan dalam mendirikan shalat, setiap muslim diwajibkan membaca shalawat bagi Rasulullah Saw, agar shalat yang didirikannya sah.
Pertanyaan, mengapa Allah Swt sampai begitu besar memberikan penghargaan kepada Rasul-Nya tersebut? Tidak lain merupakan penghargaan kepada Nabi putra Abdullah itu atas kedudukannya sebagai pembawa risalah. Risalah yang sangat berat, bahkan di dalam Al Quran terdapat ayat yang menyebutkan, bahwa tidak ada makhluk di alam semesta ini yang sanggup membawa risalah itu.
Dilihat dari perkembangannya sejak Islam dikenalkan kepada Rasulullah, memang mengalami perjalanan panjang yang melelahkan. Perjuangan demi perjuangan dilalui dengan pengorbanan harta maupun nyawa para sahabat, melawan kekejaman kaum kafir Quraisy, untuk mempertahankan tegaknya Islam sekaligus keselamatan Rasulullah. Nabi sendiri beberapa kali lolos dari incaran maut, bahkan sempat mengalami luka tatkala menghadapi serangan kaum kafir tersebut dalam suatu peperangan.
Risalah Islam, adalah suatu risalah yang menempatkan Allah Swt pada kedudukan kemulian-Nya, tanpa disekutukan dengan makhluk maupun benda ciptaan. Dan, ajaran tentang ketauhidan itu sesuai janji Allah Swt sendiri dalam kitab sucinya, tetap terjaga dan akan selalu dijaga kemurniannya hingga kiamat tiba. Al Quran sendiri sebagai kitab suci sudah diuji oleh berbagai kalangan –muslim maupun non-muslim– baik dari sudut ajaran agamanya maupun keilmiahannya. Pengujian-pengujian itu masih akan terus berlangsung selama Al Quran itu ada. Untuk perjuangannya menegakan kalimat tauhid itulah Rasulullah mendapatkan penghargaan dari Allah Swt.
Penghargaan Allah Swt kepada makhluk ciptaannya yang kedua, adalah terhadap wanita. Untuk menghargaan itu pula di dalam Al Quran terdapat surat yang dikenal dengan sebutan Surat An Nisa (wanita). Mengapa wanita mendapatkan penghargaan yang lebih tinggi daripada laki-laki? Karena pada hakekatnya setiap wanita adalah seorang ibu. Dari rahimnyalah terlahir manusia-manusia yang di Al Quran dinyatakan sebagai khalifatul fil ardh, pemimpin di bumi. Wanita pun pembawa risalah melalui bayi-bayi suci yang dikandungnya itu.
Karena wanita mendapatkan penghormatan yang tinggi dalam pandangan Allah Swt, tatkala Rasulullah ditanya oleh sahabatnya, tentang siapakah yang harus dihormatinya terlebih dulu? Jawab Rasulullah: Ibumu, Ibumu, Ibumu, Bapakmu! Secara logika, andai Islam menganut faham patriarki –seperti pengertian yang dikembangkan oleh penganut ajaran monogami– sudah tentu jawaban Rasulullah sebagai seorang laki-laki: Bapakmu, Bapakmu, Bapakmu, Ibumu!
Bagi umat Islam, Rasulullah merupakan ustwatun khasanah. Ingat, ketika Aisyah ditanya tentang Rasulullah Swt, ia katakan dialah Al Quran berjalan. Sikap dan perilaku sosialnya, tutur katanya, serta setiap keputusan-keputusannya merupakan aplikasi dari nilai-nilai Al Quran. Dengan demikian Islam sebagai ajaran agama terbukti tidak menganut faham patriarki, seperti yang selama ini salah dipahami.
Bisa jadi, pernyataan Nabi dalam menjawab pertanyaan itu menyinggung perasaan bangsa Arab kala itu, yang memang dapat dikatagorikan berfaham patriarki. Tapi Nabi menjawab dalam kapasitasnya sebagai pembawa risalah Allah Swt, yang ternyata bertolak belakang dengan tata budaya masyarakat yang ada. Sebagai rasul sudah tentu Nabi Muhammad hanya menyuarakan apa yang dikehendaki oleh pemberi risalah, yakni Allah Swt itu sendiri.
Namun demikian –di sinilah terasa keadilan Allah Swt– di dalam Al Quran kedudukan laki-laki dalam kehidupan berumah tangga menempati posisi yang tertinggi, yakni sebagai pemimpin di atas wanita dalam kehidupan rumah tangganya itu. Seorang istri beserta anak-anak mereka wajib menempatkan seorang suami sekaligus bapak sebagai pemegang kendali bahtera kehidupan rumah tangga.. Tidak boleh ada dua nahkoda dalam sebuah biduk rumah tangga. Maka, seorang istri wajib menjadi wanita sholikha. Demikian juga dengan anak-anak mereka harus menjadi anak-anak sholeh dan/atau sholikha, agar menghormati kedua orang tuanya.
Poligami
Selama ini perdebatan tentang poligami yang telah diatur di dalam Al Quran, selalu menarik perhatian. Banyak terjadi pro dan kontra. Terakhir di negeri ini sempat heboh gara-gara muncul Klub Poligami di Jawa Barat, yang pada awal kelahirannya di negeri jiran klub ini justru dimotori oleh kaum hawa. Yang kontra membentuk klub tandingan bernama Klub Anti Poligami. Sedangkan yang berada pada tataran keilmuan, berdiskusi melalui pelbagai forum, termasuk via media cetak maupun elektronik.
Kalau memang ajaran Islam menghormati wanita, mengapa ada ayat di dalam Al Quran yang membolehkan poligami? Bila untuk menjawab pertanyaan itu benak kita sudah dikotori ajaran para penganut monogami tapi menyukai kehidupan seks bebas, maka yang ke luar dari mulut kita adalah haram melakukan poligami. Atau, jika untuk menjawab pertanyaan yang sama, otak kita sudah dipenuhi gambaran syahwat para penganut aliran patriarki, maka mulut kita akan mengatakan halal poligami untuk sekadar bersembunyi dari hasrat libido seksual. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar