Sabtu, 05 Desember 2009

Al Quran Disandingkan Kitab-kitab Suci Lain (Habis)

Biarawati dan penulis kawakan Karen Armstrong dalam bukunya A History of God hal. 135, mengutip pernyataan Gregory of Nazianzus, tokoh pemikir Trinitas di abad ke IV yang menceritakan bagamana Roh Kudus yang tidak dikenal di zaman Yesus menimbulkan berbagai permasalahan ketika mulai diperkenalkan di abad ke IV.


• "The Cappadocians were also anxious to develop the notion of the Holy Spirit, which they fe(t have been dealt with very perfunctorily at Nicea: `And we believe in the Holy Spirit' seemed to have been added to Athanasius's creed almost as an after thought. People were confused about the Holy spirit. Was it simply a synonym for God ar was it something more? `Some have conceived (the Holy Spirit) as an activity', noted Gregory of Nazianzus, `some as a creature, some as God and some have been uncertain what to call him".
(Golongan Cappadocian (Pendukung Trinitas) juga pusing untuk menetapkan pengertian Roh Kudus, yang dulu mereka sama sekali mengabaikannya pada Konsili di Nicea: `Dan Kami percaya kepada Roh Kudus' nampaknya baru ditambahkan ke Credo Athanasius (di Necia) setelah dipikirkan kemudian. Masyarakat dibuat bingung tentang apa sesungguhnya Roh Kudus itu. Apakah ini sama dengan Tuhan ataukah sesuatu yang lain? `Sebagian orang menganggap (Roh Kudus) sebagai suatu kegiatan', kata Gregory of Nazianzus, sebagian lagi menganggapnya makhluk, sebagian menganggapnya Tuhan, dan sebagian lagi tidak tahu mau menyebutnya apa). 

Perhatikan bagaimana pengakuan jujur Trinitas, Athanasius, dalam buku The Decline and Fall of the Roman Empire yang ditulis oleh Edward Gibbon:
• "Christian Theologian, the great Athanasius himself, has candidly confessed that whenever he forced his understanding to mediate on the divinity of the Logos, his toilsome and unavailing efforts recoiled on themselves; that the more he thought, the less he comprehend; and the more he wrote, the less capable was he expressing his thought".
(Teolog besar Kristen Athanasius sendiri secara terbuka mengakui bahwa semakin dia memaksakan pengertiannya untuk menjelaskan ketuhanan Logos (Firman), segala daya dan upaya yang diusahakannya kandas dengan sendirinya; bahwa semakin dia berfikir, semakin dia kurang memahami; semakin banyak penulis, semakin kurang kemampuan menjelaskan jalan pikiran)

Gordon Urquhart dalam bukunya The Pope's Armada, 1995, pada halaman belakang menjelaskan misi rahasia Kristen mencuci otak jemaat:
• "The three most powerful of the ultra tradition-alist movement within the Catholic Church engage in secret initiation ceremonies, brainwashing techniques involving ego destruction, moral and spiritual intimidation and highly questionable, even dangerous psychtherapeutic practices."
(Tiga kekuatan besar gerakan ultra-tradisional dalam Kristen Katolik, terlibat dalam upacara rahasia penerimaan anggota, teknik cuci otak termasuk penghancuran pribadi seseorang, intimidasi moral dan spiritual serta praktek¬praktek pengobatan spiritual yang tidak lazim dan malah berbahaya). 

John Davidson dari Cambridge University, Inggris dalam bukunya The Gospel of Jesus, 1992, hal. 13 mengungkapkan:
• "For the most part, they have channeled their religious aspiration - weak ar wrong - into a belief in certain received tenets without ever questioning their reliability and while understanding still less of their history"
(Sebagian besar, mereka (umat Kristiani) menyandarkan aspirasi agama mereka - baik yang lemah ataupun yang kuat - pada kepercayaan berdasarkan ajaran ajaran yang diterima, tanpa pernah mempertanyakan kebenarannya, sementara pengetahuan mereka tentang sejarah (Kristen) masih sangat terbatas)

Max I Dimont, professor sejarah Yahudi di amerika Serikat, Kanada, Afrika Selatan, Brazilia dan Finlandia dalam bukunya Jews, God and History, 1962, hal 147:
• "The accounts o f the history o f Christianity in the Pauline Epistles and the Gospels, especially the latter relate to the trial o f Christ, become under-standable now that we realize they were written not for the Jews but for the pagans"
(Cerita tentang sejarah Kristen dalam Surat-Surat Paulus dan Injil-injil (dalam Alkitab), terutama (Injil-injil) yang menulis tentang penyaliban Yesus, menjadi jelas dan kita sadari sekarang bahwa (Surat-Surat Paulus dan Injil-injil) tersebut bukan ditulis untuk umat Yahudi (umatnya Yesus), tetapi untuk penyembah berhala).

Buku The Paqanism in Our Christianity yang dikutip oleh M.A.C Cave menjelaskan :
• "The early Christians, however, did not at first think of applinq the (Trinity) idea to their own faith. They paid their devotions to God the Father and to Jesus Christ, the Son of God, and they recognizes the....Holy Spirit; but there was no thought of this three being an actual Trinity, co-equal, and united in one".
(Umat Kristiani dulu, pada kenyataannya, tidak pernah berfikir untuk menganut paham Trinitas. Perhatian mereka tercurah pada (hubungan) Tuhan Bapa dan Yesus Kristus, Anak Tuhan, dan mereka mengenal.... Roh Kudus, tetapi tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka bahwa ketiganya bersatu dan setara dalam Trinitas).

Demikianlah, tulisan ini ditujukan kepada semua orang yang merasa dirinya beragama, dimaksudkan untuk memotivasi diri agar selalu berusaha melakukan kajian-kajian ilmu guna menguji kebenaran suatu agama beserta kitab sucinya. Sehingga tidak sibuk mengkritisi dan menghujat agama lain. Terlepas dari hasil atas usahanya itu, seperti dicontohkan dalam uraian di atas, ilmuwan-ilmuwan Kristen telah memberi contoh baik. Patut ditiru Mereka menghabiskan waktu puluhan tahun mendalami sejarah filsafat Yunani maupun ajaran-ajaran dalam kitab sucinya, hanya ingin menguji kebenaran terhadap apa yang diimaninya. Mereka tidak sibuk mencari-cari dalil dalam kitab suci agama lain, untuk mendapatkan bahan hujatan atau memalsukan ayat-ayatnya 

Imam Ghazali, ulama besar yang mendapat gelar hujjatul Islam ini pernah berwasiat. Jika kau temui seseorang yang berilmu dan orang itu menyadari bahwa dirinya berilmu, itulah seorang guru. Bergurulah kepadanya. Dan, jika kau temui seseorang yang tidak berilmu dan orang itu menyadari bahwa dirinya tidak berilmu, itulah orang bodoh. Maka, ajarilah dia. Namun, bila kau temui seseorang yang tidak berilmu dan orang itu tidak menyadari bahwa dirinya tidak berilmu, itulah orang dungu. Jauhilah dia, agar kau tidak tertular menjadi dungu. 

Maka, bagi yang ahli psikologi, astronomi, kimia, fisika, biologi, filsafat, maupun ahli ilmu-ilmu sosial, ujilah agamamu dengan ilmumu itu. Seperti Andre Gide, Voltaire, Nietzsche, Karl Marx, Ludwid Feuerbach, dan banyak lainnya. Bahkan Albert Einstein, ahli fisika yang telah menguji kitabnya dengan ilmunya –meski akhirnya menolak kebenaran agamanya– berkesimpulan bahwa ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu lumpuh.(science without religion is blind, and religion without science is limp). Apa tujuannya, agar kita tidak menjadi umat beragama yang dungu. Sebab, orang berilmu tentu lebih beradab dalam menyikapi kitab suci agama lain, dibandingkan orang dungu. Semoga bermanfaat.

1 komentar:

  1. FYI,

    Buku Max I. Dimont lainnya (The Indestructible Jews) sudah diterjemahkan dan diterbitkan dengan judul: "Dilema Yahudi, atau Suratan Nasib?"

    Terdapat di Gramedia Pondok Indah Mall dan Gramedia Matraman, Jakarta.

    BalasHapus