Sabtu, 05 Desember 2009

Jangan Berperilaku Seperti Simpanse

Judul tulisan ini dibuat bukan sekadar joke. Sebab sekarang ini banyak manusia yang berperilaku meniru-niru perbuatan binatang. Bahkan Al Quran menyatakan tentang adanya perbuatan manusia yang lebih rendah dari binatang. Koq bisa?

Saat ini ada sebagian ilmuwan di Barat yang sudah “tidak waras”. Setiap hari mereka sibuk mencari asal usul nenek moyangnya, yang diyakini berasal dari benua Afrika dan bermula dari binatang –yang sekarang– dikenal sebagai simpanse. Bukan gorila. Sebab hasil uji perilaku dan penelitian terhadap simpanse dan gorila, kata ilmuwan itu, simpanse lebih berperilaku seperti manusia!

Ilmuwan dari golongan seperti itu meyakini, bahwa penciptaan alam semesta ini terjadi karena kebetulan. Tercipta begitu saja setelah terjadinya Big Bang. Demikian juga manusia, menurut mereka, tercipta sebagai fenomena alam. Bertumbuh dari sebuah atom, kemudian menjadi sel, yang terus berkembang membentuk sekumpulan sel, hingga terbentuknya sekalian mahkluk hidup yang ada di mayapada ini.

Membangun logika menurut iman, kita dapat mengimani tentang penciptaan manusia secara sederhana. Dalam kitab suci Al Quran dinyatakan, bahwa “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"

Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka –menurut kalangan mufasiirin memberikan hormat–kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.

Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.

Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." Demikian dikisahkan dalam Al Quran dalam Q.S. Al Baqarah ayat (2) dan ayat (30-36).

Namun, untuk menguji apakah benar manusia tercipta secara “kebetulan” sebagai konsekwensi adanya fenomena alam, ataukah sebagai “kesengajaan” diciptakan oleh suatu kekuatan Maha Dahsyat? Inilah logikanya. Lawan kata dari frase “kebetulan” adalah “kesengajaan”. Apa itu “kebetulan”, dan apa pula “kesengajaan”? Untuk memahaminya, kita bisa menyimak buku novel religius karya seorang ulama besar asal Libanon, Syaikh Nadim Al Jirs. Dalam karyanya berjudul: Qishshah al Iman bain al Falsafah wa al-‘Ilm wa al Qur’an, ia menjelaskan tentang frase “kebetulan” dan “kesengajaan” dengan apiknya. Di Indonesia buku ini sudah diterjemahkan dengan judul Mengembara Mencari Tuhan.

Ulama besar itu bertanya kepada muridnya, seandainya engkau memiliki percetakan yang memiliki setengah juta huruf yang terpisah kotaknya masing-masing. Lalu, tiba-tiba terjadilah gempa bumi yang sangat kuat sehingga membalikkan, memporak-porandakan, dan mencampuradukkan masing-masing isi kotak itu. Kemudian datang kepadamu seorang pemasang huruf yang memberitahumu bahwa akibat bercampuraduknya huruf-huruf itu secara kebetulan, tersusun sepuluh kata yang terpisah-pisah tanpa saling berkaitan maknanya, maka apakah engkau akan mempercayainya? Saya anggap sebagai hal yang tidak mustahil, jawab muridnya.

Akan tetapi seandainya pemasang huruf itu memberitahumu bahwa pada saat huruf-huruf cetak itu bercampur secara kebetulan, tiba-tiba membentuk sebuah buku yang sempurna, yang terdiri dari 500 halaman, yang memuat suatu qashidah (antologi puisi), yang bait-baitnya secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan yang lengkap, saling berhubungan, saling bersesuaian, serta tampak serasi pula kata-kata, wazan-wazan (pola), qowafi (akhir kata), makna-makna, dan tujuan-tujuannya, maka apakah engkau mempercayai semua itu? Saya sama sekali tidak akan pernah mempercayainya, Syaikh!

Sidang pembaca yang terhormat, coba kita perhatikan pada penciptaan sosok manusia. Adakah ia terciptakan dengan suatu kebetulan? Secara ilmiah Isaac Asimov, dalam karya monumentalnya Human Brain: Its Capacities and Function –di Indonesia sudah diterjemahkan dengan judul: Keajaiban Otak Manusia: Penjelasan Populer tentang Kapasitas, Fungsi dan Strukturnya–, membuktikan bahwasanya, melihat keluarbiasaan sistem kerja otak beserta organ-organ tubuh lainnya, penciptaan manusia tidak mungkin didasarkan pada faktor kebetulan. Semoga bermanfaat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar